“Kereta terus berjalan membawa seribu kisah hidup para penumpangnya. Ada yang bahagia, ada yang sedang berduka. Ada yang dadanya dipenuhi kemantapan, dan ada yang hanya berisi kebimbangan.
Kereta terus berjalan, tak peduli apa yang sedang terjadi dalam jiwa para penumpangnya. Kereta hanya mengantarkan sampai pada stasiun tujuan. Perjalanan selanjutnya?
Para penumpangnyalah yang memutuskan.”
Habiburrahman El-Shirazy, “Bumi Cinta.”
***
Judul tulisan ini adalah suatu pertanyaan yang amat mudah. Namun, benarkah kita telah merenungi, memasuki, menghayati jawabnya? Telah banyak hitungan tahun, bulan, apalagi hari yang telah kita lalui. Dengan banyaknya kisah hidup yang kita alami, ribuan wajah yang telah kita “kenali,” hingga milyaran partikel yang pernah menempel di tubuh ini, alangkah menakjubkan kenyataan bahwa kita seringkali hilang arah dan tujuan. Kehilangan makna kehidupan. Menyerah kalah oleh kegelapan masa depan. Sungguh menakjubkan.
Kamu bisa baca judul ini? Itu berarti Allah telah mengaruniakan kehidupan dalam dirimu. Nyawa yang ditiupkan-Nya, nafas yang setiap saat menemani langkah, detak jantung yang tak pernah lelah, darah yang tak jemu-jemunya mengalir, menebar energi di setiap sudut tubuh dan raga. Itupun masih bermacam jenisnya, sel darah merah, sel darah putih, plasma, hingga trombositnya. Berabad-abad manusia mencari cara untuk mencipta kehidupan, namun berakhir dengan kegagalan. Sudah begitupun, ada saja manusia sombong yang berkata: “Gagarin terbang ke angkasa, namun tak menemukan tuhan di langit sana!” sebakda pilotnya mengorbit bumi dengan pesawat vostok milik soviet.
Dirimu bisa membaca judul ini? Itu berarti Allah telah menciptakan langit, bumi dan yang ada di antara keduanya. Dia telah menumbuhkan pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dia telah menurunkan hujan, dan airnya yang segar dan tawar. Dia yang telah mencipta gunung-gunung yang menjaga agar tanah tetap di tempatnya. Dengan kesemuanyalah manusia bisa hidup, dan di antara manusia, hanya yang hidup saja yang bisa membaca.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah nyatakan dengan tegas, tanpa cela di surat Al-Waaqi’ah. Ayat 63-74:
Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka jadilah kamu heran dan tercengang (sambil berkata): “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian”, “Bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. ”
Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?
Maka Terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”
(al-Waaqi’ah: 63-74)
Sudah begitu saja, banyak manusia besar kepala, merasa tahu segalanya. Muncul di hadapan dunia dengan kata-kata “Dunia ini hanya tercipta oleh kebetulan. Tidak lebih!” Memangnya kalau tiba-tiba semesta alam diperintah Allah untuk memusuhi kita, kita bisa apa? Gambaran-gambaran mengerikan tentang hari kiamat yang Allah firmankan dalam al-Quran harus jadi pengingat buat kita. Hari itu, saat manusia bertanya “Ke mana kita harus lari?” Saat itu, tak ada tempat lari. Hanya Allah tempat kembali. Ah, betapa sombongnya kita, meremehkan kewajiban dan dosa-dosa.
Engkau bisa membaca judul ini? Itu berarti Allah telah menganugerahkan mata padamu, tuk menangkap berkas-berkas cahaya dan bayangannya, atau dengan kata lain energy elektro magnetis, yang diukur dengan satuan nanometer (seper semilyar meter). Dari variasi panjang gelombang yang amat banyak, mata manusia sensitive terhadap gelombang dengan panjang sekitar 400 nm (biru-ungu) hingga 700 nm (merah). Kita sudah hafal range warna yang bisa kita lihat: mejikuhibiniu. Coba kalau mata kita bisa melihat gelombang radio, atau TV, betapa kita pasti terganggu. Namun, Allah menentukan gelombang cahaya yang bisa kita lihat dengan begitu sempurna! Sudah begitu saja, kita masih sering melihat yang diharamkannya. Sambil berkata dalam hati: Ah, kan Cuma lihat. Masak dikit aja gak boleh?
Panjenengan saget maos judul tulisan menika? Itu berarti mata yang Allah anugerahkan pada njenengan masih berfungsi dengan amat baik. Nah, menawi kula bilang “mata” itu berarti ya mata dan seisinya. Dari sejak lapisan kornea, lapisan pelindung transparan yang ada di bagian depan bola mata. Kornea ini dasarnya terbuat dari jaringan yang sama dengan yang ada di kulit. Namun masya Allah, bisa menjadi suatu lapisan yang amat bening. Bahkan kita hanya bisa melihat kornea dari pantulan cahaya di permukaannya. Selain itu kornea juga menyumbangkan kemampuan memfokuskan cahaya karena bentuknya yang sangat baik untuk menjatuhkan banyak bayangan di tempat yang sama. Kalau mripat njenengan nggak berkabut, berarti lapisan belakang kornea yang berfungsi mengeluarkan cairan juga berfungsi.
Sampeyan bisa baca judul ini? Itu berarti Iris yang membuat mata kita begitu indahnya itu pun tidak menghalangi fungsi otot siliaris yang menempel padanya. Nah, otot ini yang membuat lensa mata bisa berubah bentuknya. Kalau otot siliaris ini fungsinya berkurang, kemampuan lensa untuk memfokuskan cahaya juga berkurang, setahu saya ini salah satu sebab mata kita bisa minus atau plus. Lha, kalau masih bisa baca judul ini tanpa kaca mata, berarti sampeyan tidak terkena hyperopia. Alhamdulillah, berarti sampeyan nggak perlu repot-repot pakai kacamata kalau mau membaca. Nah, pertanyaannya nikmat ini sudah kita manfaatkan untuk banyak membaca buku yang bermanfaat belum?
Ente bisa baca judul ini? Berarti retina anda tidak bermasalah. Di dalamnya, seperti normalnya manusia biasa, terdapat susunan sel-sel berlapis. Dari ganglion cell, bipolar cell, hingga photoreceptor yang menerima rangsang cahaya. Nah, pada photoreceptors terdapat dua jenis sel reseptor yang berbeda fungsi, bentuk, dan konsentrasinya. Jenis reseptor pertama, adalah sel batang (rods), yang diestimasi berjumlah sekitar 120 Juta sel di retina mata. Sel batang ini sensitif pada cahaya, bahkan pada cahaya yang redup sekalipun, tetapi tidak dapat menerima atau membaca warna. Jenis sel kedua, adalah sel kerucut (cones), yang diestimasi berjumlah 6 juta sel. Sel kerucut ini tidak begitu sensitif pada cahaya redup, namun amat sensitif pada warna, dan detilnya.
Ente tahu? Posisi kedua sel ini tidak waton sembarangan teracak, namun, tertata dengan hikmah yang luar biasa. Sel batang yang sensitifnya pada cahaya redup ini tersebar di seluruh retina kecuali bagian di tengah-tengah retina yang bernama fovea. Semakin menjauh dari bagian tengah, sel batang semakin banyak. Sebaliknya sel kerucut yang bagus buat melihat detil dan warna terkonsentrasi di fovea, dan semakin menjauh dari tengah, semakin sedikit jumlahnya. Hikmahnya apa? Kita bisa melihat detil yang baik ketika kita memfokuskan penglihatan pada suatu titik tertentu. Coba bayangkan kalau titik fokus detil bernama fovea ini tidak berpusat di tengah, tapi tersebar acak di mata, gimana kite-kite ini mau fokus? Nah, pada saat yang sama kita bisa mengetahui perubahan cahaya meski sedikit saja di pinggir mata kita, jadi kalau ada suatu gerak bayangan yang seliwer di titik tidak fokus kita, kita bisa tahu. Lha, kita kan jadi lebih peka. Kalau nggak gitu bisa-bisa ada ancaman bahaya yang mendekat namun kita nggak sadar.
“Kenapa nggak cones semua aja bang, biar kite-kite bisa lihat lebih detil dan berwarna?” Bro, merpati itu cuman punya sel cones aja di matanya, dan itu membikin mereka dapat melihat di siang hari dengan sangat baik dan begitu berwarna. Tapi, kalau malam tiba, penglihatan mereka jadi sangat tidak sensitif, alias hampir buta, soalnya minim sel batang (rods)!
“Oo gitu, lha kalau rods aja, biar peka cahaya dalam kegelapan?” yee, emangnya situ cuman hidup di malam hari? Hewan-hewan nokturnal kayak guwek (baca: Owl/burung hantu) itu Cuma punya rods, makanya kalo malem peka banget sama gerakan mangsanya, ada tikus yang sliwer gitu mereka bisa tahu! Tapi penglihatannya jadi nggak berwarna.
(EKSPERIMEN) Nah, Ini bisa dicoba lho, gini, coba minta temenmu untuk melihat lurus ke depan, dilarang melirik. Nah, coba kamu pegang suatu bolpoin berwarna yang temanmu tidak diberi tahu sebelumnya warnanya. Buat supaya temanmu bisa melihat dengan bagian pinggir matanya (Kalau pas GVT -ospek SMA- dulu istilahnya mata-ayam). Suruh dia sebut warna bolpen yang dia lihat. Kemungkinan salahnya akan cukup besar, soalnya di mata bagian samping itu cuma ada sel rods yang gak peka sama warna.
Gimana? padahal kita ini hidup di siang maupun malam. Butuh lihat cahaya redup maupun warna. Luar biasa kan Allah mencipta komposisi sel di retina kita?
Antum bisa baca tulisan ini? Berarti, informasi yang telah diterima oleh sel-sel reseptor di retina yang ratusan juta jumlahnya itu berhasil dikirmkan dengan selamat ke otak antum. Jadi, berdasarkan penelitian ilmiah, retina itu urutannya dari depan begini akh: Serat-serat syaraf optik > Sel Ganglion > Sel bipolar > reseptor (rods & cones). Nah, hasil penerimaan cahaya dari rods & cones itu dikirim melewati sel bipolar yang memerantarai sel reseptor dengan sel ganglion.
Akson (semacam kabel penghubung informasi syaraf dalam sel saraf) dari sel ganglion menyatu menjadi gabungan kabel besar yang melewati satu jalur untuk menyalurkan seluruh informasi sensoris ini ke otak. Hal inilah yang membuat mata kita memiliki blind spot. Coba saja cari di google eye blind spot test. Antum bisa coba buktikan sendiri kalau mata kita ada blind spot nya. Tapi nyatanya kalau nggak ada penemuan ini kita nggak sadar ‘khan? Artinya kita tidak rugi gegara blind spot yang kecil itu. Lagipula otak kita bisa mengisi kekosongan yang ada sebab blind spot itu kalau yang kita lihat mempunyai pola tertentu.
Padahal akh, itu saluran serat kabel saraf optik membawa milyaran informasi sensoris. Buanyak buanget hal yang kita lihat dalam satu saat. Hanya saja, kita dianugerahi kemampuan untuk memilih, mau memperhatikan atau tidak? Coba Anda hitung berapa informasi visual yang diterima oleh otak anda saat ini, selama tiga detik saja. Nggak kuat deh ngitung, saking banyaknya. Akhirnya yang berhasil kita proses hanya beberapa informasi yang kita perhatikan. (coba deh cari inattentional blindness di google, ada eksperimen serunya lho).
Nah, akh, ada hikmah yang luar biasa lho, dari penataan formasi hubungan sel rods & cones dengan sel bipolar yang memerantarainya dengan sel ganglion. Jadi, karena jumlah yang perbandingannya amat berbeda antara sel rods dengan sel cones, maka setiap sel bipolar bisa tersambung dengan banyak sel rods. Hal ini menyebabkan informasi yang masuk dari rods bisa sangat integratif dan saling melengkapi. Artinya, kepekaan bertambah. (EKSPERIMEN) > Coba Antum keluar di malam hari yang banyak bintangnya, insyaAllah kita bisa lebih peka melihat cahaya bintang yang redup dengan bagian samping mata daripada apabila cahaya jatuh di fovea.
Lha, kalau yang cones itu (terutama di fovea) itu tersambung pada bipolar cells secara privat, (bukan les lho ya), artinya satu bipolar cell ya untuk satu sel kerucut. Hal ini menghasilkan ketajaman penglihatan yang baik, kalau bayangan jatuh di bagian fovea yang penuh dengan sel kerucut itu.
Nah, Banyak sekali khan nikmat yang Allah berikan hanya dengan kenyataan bahwa kita bisa mbaca judul tulisan ini? Ah, tentu masih banyak lagi nikmat yang belum tersingkap dalam tulisan ini, sebab ilmu manusia (terutama yang nulis) belum sampai ke sana. Dan lagi, tulisan yang berhubungan dengan proses melihat ini disandarkan pada hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan dijelaskan dengan amat simpel dan mudah dipahami oleh Pak Passer dan Pak Smith dalam buku beliau “Psychology: Science of Mind and Behavior (2009). Lha yang namanya science itu tentu tidak lepas dari kesalahan. Lha wong Karl Popper saja bilang “science often errs, and pseudosciences may stumble upon the truth.” Tetapi, setidaknya kita mengambil beberapa sebagai keinsyafan kita akan begitu rumitnya mata dan prosesnya untuk melihat, padahal kita tinggal “taken for granted.” atau bahasanya yang lebih familiar “garek nganggo!” Fa bi ayyi aalaa i rabbikumaa tukadzziban. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (kalau ini dari Al-Qur’an yang tiada keraguan di dalamnya.)
***
Ada suatu kisah nan jenaka, anggitannya mbah Dipo, yang diceritakan dengan jenaka pula. Nah, karena bukunya (Republik Genthonesia) sudah missing in action, atau dengan kata yang lebih internasional ketlingsut, jadi saya akan menceritakannya dengan ingatan dan gaya bahasa saya sendiri yang jelas kalah keren dengan mbah Dipo. Oiya ini saya modifikasi ya, di buku beliau ceritanya tentang dunia per-dengkul (lutut)-an. Nah, karena kita lagi ngomongin mata, jadi saya alihkan ke mata.
Alkisah, suatu hari seorang lelaki yang kurang mampu simbah lihat terus mengeluh di angkringan. “Wis jan ngeneki cenan dadi wong cilik. Urip ra kepenak, neng ndi-ndi ra kajen,” terus kang Joko, pemilik angkringan bilang, “Ha mbok gawe usaha kang,” lalu, orang itu berkata: “Gawe usaha pie kang, aku ra duwe opo-opo ki lho..” Simbah hanya diam sambil mengelus dada. “Ah, kok ngene iki to coro mikir cah enom jaman saiki (kok kayak gini sih cara mikir pemuda jaman sekarang)” Katanya dalam hati.
Beberapa hari kemudian simbah semakin rajin ke angkringan, soalnya bisa mendengar banyak pemikiran rakyat jelata, dengan gaya bicara yang sederhana. Tampak si laki-laki kurang mampu itu kok ya selalu ada, di sana saja sambil udud-udud dan ngobrol di angkringan melulu. “Po yo ra nduwe gaweyan?” pikir simbah. (kalau simbah sih sedang cuti jadi bisa mampir tiap hari ke angkringan :P.)
Akhirnya simbah memberanikan ngobrol dengan si pemuda.
“Le, kok sak mbendino kur kaya bakul semongko, glundang-glundung. (Nak, kok tiap hari cuma kayak penjual semangka, glundang-glundung -maksudnya nganggur nggak jelas-)
“Ha pie mbah, golek gawean yo ra ono sing nompo.. alah ngene ki we nyatane yo iso madang kok, yo ra jok?” (Lha gimana mbah, cari kerjaan ya gak ada yang nerima. Halah gini aja ya bisa makan kok, ya nggak jok?)
Kang Joko cuma tersenyum kecut.
“Walah le, mbok nggae usaha opo ngono, ra mesakke wong tuwamu o? wis gede ngene isih njalukan. Kui wae duite mah mok nggo udud.” (Walah nak, mbok bikin usaha apa gitu. Nggak kasihan orang tuamu? udah besar gini masih menengadahkan tangan pada mereka. Gitu aja uangnya malah kau pakai merokok)
“Ha pie to mbah, rak yo karepku to, urip yo uripku dewe og.” (Lha gimana to mbah, kan terserah gue. hidup hidup gue sendiri kok.)
“Ha yo karepmu, tur yo pikiren, sok nek wong tuwamu wis sepuh, wis ora iso nanggung kowe, kowe meh piye?” (Lha iya emang terserah situ, tapi pikirin deh, besok kalau orang tuamu udah tua, udah gak mampu nanggung kamu, kamu mau gimana?)
“Ha yo sing sesuk dipikir sesuk mbah.” (Ha ya yang besok-besok dipikir besok mbah)
“Yo kui sing marakke indonesia ra maju-maju! Kowe ki kudune sebagai pemuda kudune memberi kontribusi sing apik.” (Nah, itu yang bikin indonesia gak maju-maju.. Kamu sebagai pemuda harusnya memberi kontribusi yang baik!)
“Lhah piye to mbah, aku ki ra duwe duit, nek meh usaha ki modal opooooh?” (Lha gimana sih mbah, aku tuh gak punya fulus, kalau mau usaha modal apaaaaaaan?)
“Ngene le, cobo matamu kui tok dol neng pasar gelap, lak ono sing tuku atusan yuto opo malah milyaran. Gelem rak?” (Gini nak, coba matamu itu kamu jual di black market, bakal ada yang beli ratusan juta, atau malah miliaran!)
“Wah yo gah mbah, mosok dadi manusia tak bermripat, Yo raiso ndeleng aku njuran! Rumangsane!!” (Wah ya gak mau mbah, masak jadi manusia tak bermata? ya gak bisa lihat aku nanti!! Kayak apa aja!!)
“Lha yo kui, asline kowe ki wes duwe modal sing luarang banget jenenge mripat. Ha kok kowe gur mengeluh wae. Nek ra gelem mensyukuri mripatmu yo wes didol wae!” (Lha ya itu, sebetulnya kamu itu dah punya modal yang muahal banget, namanya mata. Lha kok kamu cuman ngeluh aje, kalo gak mau mensyukuri matamu itu ya udah jual aja!)
Sang pemuda terdiam, sepertinya kata-kata simbah cukup menelusup ke hati pemuda itu. Ah, semoga hidayah Allah datang pada pemuda itu, dan jutaan pemuda sepertinya di bumi nusantara ini. Simbah tahu, perjalanan pemuda itu untuk menuju hidayah masih jauh, masih butuh perjuangan. Namun dalam hatinya ia menyimpan harap.
***
Nah, kalau kita dah tau begitu hebatnya karunia Allah yang bernama mata itu, tugas kita sekarang adalah bersyukur. Gimana caranya? apa cukup bilang ‘Alhamdulillah?’ Nah, di buku “Tazkiyatun Nafs,” yang merupakan kumpulan wejangan ulama-ulama terdahulu dalam pensucian jiwa, ada satu bab khusus yang membincang masalah syukur. Di bawah ini saya cuplikkan beberapa bagian yang amat perlu kita renungkan:
Syukur adalah memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah ia kuasakan kepadamu. Syukur seorang hamba terdiri dari tiga rukun -dan ketiganya mesti ada. Yaitu: 1). Secara batin mengakui nikmat, 2). Secara lahir membicarakannya, 3). Menjadikannya sarana untuk taat kepada Allah ‘azza wa jalla. Jadi, syukur itu berkait dengan hati, lisan, dan anggota badan kita sekaligus. Hati untuk ma’rifah dan mahabbah. Lisan untuk memuji. Anggota badan untuk menggunakannya dalam menaati Allah dan mencegah dari bermaksiat pada-Nya. Kalau diringkas, keutamaan bersyukur di antaranya:
- Dihindarkan oleh Allah dari adzab-Nya.
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui.” (An-Nisa’: 147)
- Termasuk di antara orang-orang yang berhak atas karunianya.
Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?” (Al-An’am: 53)
- Ada manusia yang bersyukur, ada yang kufur. Allah cinta yang penuh syukur, namun memurkai yang kufur.
“Sungguh telah Kami tunjukkan kepadanya jalan itu. Ada kalanya ia bersyukur, dan ada kalanya ia kufur.” (Al Insan: 3)
- Allah menambah nikmat-Nya bagi yang bersyukur, Tanpa batas, sesuai kehendak-Nya.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Begitulah, amat indah dan butuhnya kita akan rasa syukur dan segala pengejawantahannya dalam kehidupan di dunia. Namun, meski kita sudah tahu bahwa nikmat-Nya tak terhingga, janji-Nya tak terlupa, dan balasan-Nya tiada duanya, kita seringkali terlena dari jalan taqwa.
Maka, kita mesti banyak mengingat wasiat dan contoh yang telah diperbuat, oleh Nabi Muhammad SAW, Teladan tak tergantikan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa Nabi bangun malam (qiyaamullail) hingga pecah-pecah kedua telapak kaki beliau. Maka ditanyalah beliau, “Engkau melakukan semua ini, padahal Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang sudah maupun yang akan berlalu?” Beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?
Suatu hari beliau pun memesankan pada Mu’adz: “Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka di setiap penghujung shalat, janganlah kamu lupa membaca Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik “Ya Allah, tolonglah aku agar selalu ingat padaMu, mensyukuriMu, dan beribadah dengan baik kepadamu…”
Tabi’in yang amat dikenal, bahkan digelari khulafaur Rasyidin yang kelima, ‘Umar bin Abdul ‘Aziz memesankan, “Ikatlah Nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya.”
Ceritakanlah nikmat-nikmat Allah pada saudar-saudaramu sebagai bentuk syukur pada-Nya, Allah berfirman,
“Dan adapun tentang nikmat RabbMu, maka ceritakanlah!” (Ad-Dhuha: 11)
Hasan Al-Bashri memperjelas, “Perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah, sesungguhnya itu adalah kesyukuran.”
Dan kedua mata kita, apakah kesyukuran utamanya?
“Jika kamu melihat kebaikan sebarkanlah, dan jika kamu melihat keburukan, tutupilah!” Kata Abu Hazim, saat ditanya.
***
Sebagai penutup renungan ini, kita perlu mengingat satu hal. Mengapa mereka, para ahli biologi dan psikologi yang menemukan begitu banyak keajaiban dalam karunia Allah pada manusia, tidak beriman? Begitulah, pada akhirnya hidayah adalah hak Allah untuk diberikan pada siapapun yang Dia kehendaki. Maka kita mesti berusaha tuk meraih ridha-Nya.
Tanpa iman, keajaiban seagung apapun hanya akan lewat bagaikan angin lalu. Ingat kisah Bani Israil dan Musa AS? Begitulah. Sayyid Quthb punya perkataan yang indah tentang hal ini,
“Itulah yang diperbuat keimanan, membuka mata dan hati. Menumbuhkan kepekaan, menyirai kejelitaan, keserasian dan kesempurnaan. Iman adalah persepsi baru terhadap alam, apresiasi baru terhadap keindahan, dan kehidupan di muka bumi, di atas pentas ciptaan Allah, sepanjang malam dan siang.”
Akhirnya, waktu yang membawa kita terus melaju dalam hidup ini, layaknya kereta. Kita penumpangnya. Seperti quote kang Abik di depan tulisan ini, Kereta tak peduli dengan kisah hidup penumpangnya. Engkau sedih, atau bahagia, waktu terus berjalan saja. Jarum jam yang tidak rusak takkan berhenti bergerak. Semua itu tergantung kehendak-Nya.
Ya, waktu takkan peduli. Takkan menunggu. Ia hanya kan mengantarkan diri ke stasiun terakhir hidup di dunia ini: MATI. Perjalanan selanjutnya? Terserah kamu, mau peduli atau tidak. Yang pasti kesempatan ini hanya datang sekali.
***
“Pagi ini kami diberi nikmat oleh Allah yang tiada terhingga, padahal kami telah banyak bermaksiat pada-Nya. Kami tidak tahu terhadap yang mana kami harus bersyukur; terhadap keindahan yang dimudahkan, ataukah terhadap dosa-dosa yang tertutupkan.”
Tulis beberapa ulama’
Ditulis oleh: Haidar Muhammad
Dimuat juga di: Transmisikan.blogspot.com
Tags: baca, hidayah, mata, nikmat, syukur