19 Mar

IMG-20150316-WA0000

Mari Hadiri Kajian dengan tema PEMUDA PEKA ZAMAN

bersama Ustadz Muhammad Fanni Rahman
(Ketua Sahabat Al-Aqsha, Ketua Relawan Masjid Indonesia, Ketua Takmir Masjid Jogokariyan, CEO Pro-U Media)

Sabtu, 21 Maret 2015

pukul 20.00 – selesai

di Masjid Sulthonain Nitikan

 

Sungguh Sedikit Waktu

8 Mar

Saya kutip kisah berharga ini dari buku The Maxwell Daily Reader karangan John C. Maxwell.

Sahabat saya, Dwight Bain mengirim cerita tentang seorang operator radio amatir yang tanpa sengaja mendengar percakapan seorang laki-laki tua yang sedang menasihati seorang pria muda.

“Sayang sekali kau harus menginggalkan rumah sesering itu,” katanya. “Izinkan aku memberitahukan sesuatu yang telah membantuku membuat perspektif yang baik atas prioritasku. Begini, suatu hari aku duduk santai dan iseng-iseng dan mulai menghitung-hitung. Usia rata-rata orang sekitar 75 tahun. Nah, aku mengalikan 75 kali 52, dan mendapatkan angka 3.900, yakni jumlah hari Sabtu yang dimiliki rata-rata orang dalam masa hidupnya”.

“Baru setelah mencapai umur 55 tahunlah aku mulai memikirkan semua ini secara terinci,” ia melanjutkan, “dan ketika itu aku sudah melewati 2.800 hari Sabtu. Aku mulai berpikir kalau saja aku bisa mencapai umur 75 tahun, aku hanya memiliki sekitar 1.000 hari Sabtu lagi untuk dinikmati.”

Ia menjelaskan bahwa ia telah membeli 1.000 kelereng serta menyimpannya di dalam wadah plastik dan meletakkannya di tempat kerja favoritnya di rumah. “Sejak itu, setiap Sabtu,” ia berkata, “Aku mengambil satu butir kelereng dan membuangnya. Aku mendapati bahwa dengan memperhatikan kelereng yang semakin berkurang jumlahnya itu, aku dapat berfokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam kehidupan. Tidak ada cara lebih baik dari pada melihat waktumu di bumi ini semakin habis untuk meluruskan prioritasmu”.

Kemudian orang tua itu mengakhiri kisahnya, “Sekarang izinkan aku menceritakan satu pemikiran terakhir sebelum pergi dan mengajak isteriku tercinta keluar untuk sarapan. Pagi ini aku telah mengambil kelereng terakhir dari penyimpanannya. Aku pikir, jika aku bisa tetap hidup sampai hari Sabtu depan, artinya aku telah diberi sedikit waktu ekstra”.

Kita tidak bisa memilih apakah kita masih akan diberi waktu lagi, tetapi kita bisa memilih apa yang kita lakukan dengan waktu itu.

***

Setelah membacanya di dalam buku itu, saya teringat bagaimana sahabat-sahabat saya di Jogja memaknai hal serupa dan bagaimana mereka berusaha mengingatkan orang lain. Di hampir setiap tahun di mana bertepatan dengan tanggal lahir salah satu teman kami, saya dan sahabat-sahabat saya tidak pernah mengatakan padanya ‘Selamat ulang tahun ya dan selamat karena umurmu hari ini telah bertambah’. Yang kami katakan adalah, hari ini umurmu semakin berkurang saja. Kamu semakin dekat dengan detik terakhirmu di dunia ini, semoga kamu bisa mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya ya. Semoga Allah selalu menjagamu, keluargamu dan indahnya cita-citamu.

Sekalipun saya sudah berusaha memaknainya setiap tahun, tetap saja saya iri hati dengan pengakuan laki-laki tua yang dikisahkan oleh Maxwell. Setiap akhir pekan dia selalu bisa memaknainya meski bukan seorang Muslim. Sebaliknya kita yang umat Muslim, masih begitu suka memicingkan mata terhadap nikmat waktu yang telah Allah berikan. Benar ceramah-ceramah yang selalu dilontarkan sebelum Shalat Jum’at. Waktu menjadi nikmat kedua yang sering manusia dustakan disamping kesehatannya. Saya maupun Anda barangkali masih senang memakai waktu dengan hal-hal tak berarti. Bahkan sampai membanggakan banyaknya waktu luang yang bisa kita pakai untuk tidur, melihat siaran di televisi atau memainkan gadget. Sungguh sedikit waktu terpakai untuk meraih mimpi, apalagi memakmurkan Masjid. Seakan dunia ini telah merampas hidup yang kita punya. Tidak tersisa kecuali otak yang usang karena tak pernah dipakai.

Cobalah mengerti keadaan ini. Ego ini harus segera diakhiri. Beranjaknya dewasa pemikiran kita semestinya sanggup melihat dunia dengan cara yang baru. Ingat selalu pesan orang-orang hebat, “Jangan menjadi orang yang konsumtif.” Barangkali inilah kredo yang masih terdengar merdu untuk kita yang hidup di abad dua puluh satu. Di mana hari ini free-market tengah menjajahi kota bahkan juga hingga ke desa, nafsu mahabesar pemain bisnis untuk merajai dunia, sistem demokrasi yang sulit sekali dikendalikan, dan kondisi pendidikan karakter yang begitu jauh dari realita. Semua itulah penyebab external dan pengancam budaya umat Islam di dunia bagian manapun.

Maka sikap yang paling tepat untuk menghadapi kondisi itu adalah dengan melakukan proses self-protect, perlindungan yang penuh pada diri sendiri. Karena tak lagi ada yang lebih peduli dengan diri kita selain diri kita sendiri. Dan terkait nikmat waktu yang sering terlupa itu, sepaham Saya yang menyebabkannya cukup dengan satu hal saja, yaitu diri kita sendiri. Sejauh kita bisa menjaga ego serta mengendalikannya dengan baik, no problem, tak perlu ada yang dikhawatirkan. Sedangkan Al-Qur’an dan As-Sunnah menuntun kita untuk melakukan self-protect itu. Pelajarilah.

Ditulis oleh      : Yuries Saputra

Menemukan Berkah dengan Networking (1)

6 Mar

Dalam pemaknaan para usahawan tentang networking, networking menempati peranan penting untuk kemajuan bisnis. Semakin banyak network yang dimiliki perusahaan, semakin berjaya pula bisnisnya. begitu sederhananya. Lantas tahukah kau apa itu network? #BikinSimpelAja, ia tersusun dari dua bilah kata. Net dan work, jaringan dan kerja. Agar usahamu sukses, kau harus mempunyai jaringan kerja. Jika ingin lebih sukses lagi, jaringan kerjamu pun harus lebih besar.

Sore itu sungguh tak terduga. Allah berikan saya kesempatan untuk bersua dengan seorang pengusaha kaya di UGM dan kini kami berteman akrab. Ia bercerita mengenai network yang dimiliki Yahudi untuk mencengkeram dunia ini. “Sebetulnya mudah,“ katanya menjelaskan. “Bagi Yahudi untuk membuat krisis keuangan dunia, tinggal mereka gerakkan network yang dimilikinya yang ada di setiap Negara, sudah akan terjadi krisis keuangan global. Harga-harga dimahalkan, pemerintah-pemerintah disuruh membuat kebijakan yang memberatkan rakyat, kekacauan-kekacauan dimunculkan. Itu sangat mudah bagi mereka.”

Network juga yang membuat seorang pemerintah tak becus dipilih oleh rakyat. Bayangkan ini. Anda tinggal di Jogja sebagai seorang pengusaha kaya. Anda pun memiliki kawan-kawan yang sama seperti Anda, kaya dan juga bertempat tinggal di Jogja. Yang lebih menarik, ternyata Anda dan kawan-kawan Anda itulah yang hari ini mengusai wilayah Jogja. Sangat mudah membuat Jogja menjadi seperti yang Anda inginkan. Itu karena Anda dan kawan-kawan Anda punya uang. Memerintah pemerintah juga bisa. Njaluk bayar piro? Beres. Jika begini keadaannya, bisakah Anda membuat seseorang yang Anda pilih, untuk menjadi walikota Jogja pada pemilu yang akan datang? Mudah.

Cukup Anda kumpulkan kawan-kawan Anda itu dalam satu tempat. Kemudian Anda minta mereka untuk memenangkan si A di pemilu yang akan dilakukan dua tahun lagi. Di tempat itu, kira-kira ada seratus orang pengusaha dan itu adalah kawan sejati Anda semua. Duitnya turah-turah. Maka mudah sekali bukan, setiap kawan Anda memberikan trilyunan rupiah untuk kesuksesan si calon? Nah, untuk apa uang itu? Bisa saja untuk membayar tokoh-tokoh masyarakat supaya ikut menyukseskan kampanye. Membayar konser musik, membayar pentas seni, membayar merchandise, membayar bendera partai, dan lain sebagainya. Bahkan gampang bagi mereka meminta seluruh karyawan di perusahaannya untuk memilih calon itu.

Kembali pada Yahudi yang memiliki network di setiap negara. Jangankan untuk menyukseskan presiden bernama J di negara N, merusak moral manusia pun sangat mudah mereka lakukan. Bukankah mereka punya jaringan yang bergerak di industri perfilman? Tinggal mereka gerakkan jaringannya itu untuk membuat film-film berbau SARA dan pornografi, beres kan? Mereka punya relasi yang bergerak di bidang fesyen. Tak sulit juga meminta relasinya ini membuat fesyen-fesyen yang bertentangan dengan Islam. Adapun mereka punya network di bidang medis. Minta saja menciptakan virus-virus untuk merusak kesehatan masyarakat. Virus flu babi, flu burung, imunisasi, itu apa kalau bukan ciptaan manusia? Tapi sayang sekali ilmu penting yang disebut networking” justru lebih banyak diamalkan oleh orang-orang yang jahat. Sehingga wajar kalau semuanya didedikasikan untuk tindak kejahatan, Hari ini saya mengajak Anda untuk mengubah keadaan yang ada. Mari kita ubah dunia.

***

Bagi yang baru mengenal pentingnya network, mungkin dia dikejutkan dengan kenyataan bahwa semua itu tak serta-merta bisa dilakukan dengan mudah. Untuk berkenalan dengan orang lain yang sedang duduk di samping Anda saja, Anda sudah merasa sulitnya minta ampun, bagaimana pula untuk melakukan yang lebih dari itu? Itulah sebabnya di sini saya ingin berbagi tips-tips yang mungkin bisa membantu Anda untuk lebih mudah memulainya. Bagaimana agar Anda menjadi seorang remaja/pemuda masjid yang pandai dalam membangun network berskala nasional bahkan hingga global? Anda bisa memiliki jaringan tak sebatas di Indonesia saja.

…… bersambung.

 

Ditulis oleh : Yuries Saputra

K2P – Aku, Kau, dan Al-Quran

6 Mar

poster 2 pekanan MARET 15

(HADIR KEMBALI!)

Hadiri!
kajian “Aku, Kau, dan Al-Quran”

pembicara:
Ustadz M. Ulin Nuha al-Hafidz (pimpinan pondok pesantren Harun Asy-Syafi’i, penerima sanad Al-Quran riwayat Hafsh dan Syu’bah)
————————————-
Sabtu, 7 Maret 2015
pukul 20.00-selesai
di Masjid Danunegaran
————————————-
GRATIS!
untuk umum | putra & putri

Kajian2Pekanan
Info:
085729082978
@fsrmy
remajamasjidjogja.wordpress.com
————————————-
Datangi dan Ajak yg lain.

Terimakasih jika berkenan menyebarkan info ini.

Seperti Saat Pertama

3 Mar

Malam itu Saya dan kawan-kawan duduk melingkar bersama dengan seorang guru besar. Bahagianya Saya karena mendapatkan undangan untuk duduk di sana. Karena biasanya Saya hanya cukup dengan mengikuti seminar maupun kajiannya saja, di mana beliau yang menjadi pemateri di situ. Dalam skala yang besar tentu saja. Tapi malam itu cukup dengan beberapa orang saja. Maka Saya ikuti ta’lim ini dengan penuh perhatian. Sayup. Hati dan pikiran Saya tulus mendengarkan taushiyah darinya. Ustadz Solikhin, barangkali Anda tak asing dengan nama itu. Itulah guru besar yang Saya maksudkan tadi, beliau pun seorang penulis di mana buku-buku karangannya banyak beredar di masyarakat luas. Biasanya tentang motivasi Islam.

Banyak kebaikan Saya peroleh dari lingkaran ta’lim saat itu, dan izinkan Saya untuk menuliskan satu hal saja yang menurut Saya paling menawan dari semua yang beliau sampaikan. Bahwa sesungguhnya, jelas Ustadz Solikhin Abu Izzudin, semua hal yang ada di dunia sejatinya hanyalah fasilitas-fasilitas milik Allah yang dipinjamkan kepada manusia. Maka semua ini ibarat sebuah gelas bersih yang dipinjamkan oleh seorang kawan. Karena kita membutuhkannya. Sudah menjadi kewajiban, nanti jika kita telah selesai memakai gelas itu, ia harus dikembalikan dalam keadaan seperti semulanya. Bersih, tanpa noda. Tetapi kita bebas, setelah mendapatkan pinjaman gelas itu akan kita pakai untuk apa. Untuk minum, untuk makan, untuk hiasan rumah, dan lain sebagainya. Itu terserah. Kita merdeka menggunakan gelas itu. Yang jelas kembali dalam keadaan bersih.

Seharusnya kita paham, bahwa sesudah kita kotori gelas itu, kita perlu sabun dan air untuk membersihkannya. Jadi si pemilik akan gembira atau minimal tidak marah bersebabkan gelasnya tetap kembali dalam keadaan besih. Secara tidak langsung, kita sebetulnya sudah dianggapnya seorang kawan yang amanah, dapat dipercaya. Maka gelasnya itu no problem dipinjam. Tetapi jika tidak demikian? Kita kembalikan gelas itu dengan keadaannya yang masih kotor. Apa yang si pemilik rasakan? Logikanya sih akan ada rasa marah sekalipun tetap diterima. Karena ia harus membersihkan lagi gelas kotor itu, padahal kemarin sangat bersih sebelum dipinjamkan. “Sudah dipinjami tapi tidak kembali dengan bersih!!” mungkin begitu geramnya dalam hati. Sungguh begitulah Allah ketika meminjamkan tubuh beserta isinya. Semua itu harus kembali dengan keadaan yang bersih, karena kita pun dilahirkan juga dalam keadaan bersih. Bayi. Surga adalah tempat asalnya.

Nah, kita bukankah suka lupa soal hal itu? Astaghfirullah. Padahal banyak ayat Al-Qur’an berbunyi bahwa Allah lah sebaik-baik tempat kembali. Kita sering membacanya. Kita sering mendengarkannya. Maka kelak, barangkali Allah akan merasa terpaksa ketika harus membersihkan kembali gelas kotor itu, diri kita yang kotor itu. Dahulu bersih tetapi mengapa kini kotor? Aduhai, bagi Allah, sabun dan airnya tentunya terbuat dari air dan api panas neraka. Agar ia kembali bersih, dan bisa segera ditaruh di tempat semulanya; Surga. Maka seseorang perlu memasuki Neraka dahulu untuk membersihkan diri. Tapi na’udzubillah, semoga kita tidak merasakan nerakaNya sedikitpun.

Kemudian ada perkara tentang tingkat kekotoran manusia yang harus Allah bersihkan. Jika kotorannya sedikit, membersihkannya pun lebih ringan. Jika kotorannya banyak dan susah dihilangkan, maka perlu proses pembersihan yang ekstra dan mungkin waktunya jauh lebih lama. Namun apabila gelas itu kembali dalam keadaan pecah atau rusak? Pastinya dibuang bukan? Takkan pernah lagi ia ditaruh di tempat semulanya, selama-lamanya tidak, itulah balasan bagi orang-orang kafir dan mereka yang menyekutukan Allah.

***

Aduhai ternyata, kebersamaan Saya dengan beliau guru besar waktu itu cukup dengan enampuluh menit saja. Karena Saya harus menjemput kakak Saya tepat pukul 9 malam, sekalipun belum selesai taushiyah dari beliau. Berat hati Saya tinggalkan kajian kecil itu. Saya berharap masih ada kesempatan selanjutnya untuk bertemu lagi dengan beliau. Saya mulai menaiki motor, Saya lihat jam di handphone, dan.., Astaghfirullah…! Jam sembilan lebih! Saya terlambat jemput! Sesegera mungkin Saya harus sampai. Di jalanan Kota Jogja yang cukup padat itu, di bawah temaram lampu kota yang indah, langsung saja Saya kebut motor matic Saya hingga 90 km/jam. Satu demi satu motor Saya salip. Sesekali dua kali terpaksa harus Saya pencet tombol klakson, menghendaki supaya pengguna jalan lain di depan Saya memberikan kesempatan untuk Saya mendahului. Sedikit tak peduli, kembali Saya lesatkan motor setelah jalan di depan mulai terbuka. Alam yang dingin dan berdebu mulai Saya rasakan.

Biarlah, selama tidak mengganggu aktivitas pengguna jalan yang lain, mengebut tidaklah mengapa. Toh hanya sesekali dan keadaannya memang mendesak. Tak pernah Saya duga, di tengah perjalanan Saya menjemput Sang Kakak waktu itu, muncullah seseorang dari belakang Saya –Saya melihatnya dari spion- yang juga memacu kendaraannya dengan sangat kencang. Wuuuusssss! Saya taksir mencapai lebih dari 90 km/jam. Saya tersalip begitu saja. Karena saat itu di depan sana Saya melihat rambu-rambu sedang bewarna merah, maka Saya mulai kurangi kecepatan dari jarak yang cukup berjarak dari rambu-rambu itu, maksud Saya untuk persiapan berhenti.

Akan tetapi pengendara ngebut tadi tetap saja full-speed dan baru berhenti mendadak di atas garis zebracross di bawah sang rambu-rambu. Tepat di sana, dengan pemberhentian yang sangat tiba-tiba. Maka suara gesekan keras antara ban motornya dengan aspal pun keluar begitu saja. Ciiiiittttt… Penasaran, para pengguna jalan lain pun ingin tahu dari mana sumbernya. Walah, anak muda yang suka kebut-kebutan ternyata… Mungkin begitu batin mereka. Dari sana Saya menemukan alibi. Walau ia tidak mengatakan apapun, seorang lelaki semacam dia, yang suka ngebut dan cenderung berpenampilan seperti preman, pasti tergoda jika melihat ada orang lain yang mengebut di hadapannya. Sejurus kemudian Saya menyadari, orang itu telah mengajak Saya balapan.

“Okey,” ucap Saya dalam hati. Saya terima tantangan itu. Tapi maaf kalau tidak bisa lama-lama melayani Anda. Kalau sudah sampai tempat di mana Saya harus menjemput kakak, Saya akan berhenti. Semoga Anda paham dengan maksud Saya ini. Setelah cahaya hijau rambu-rambu di hadapan Saya benar-benar menyala, Saya kembali menancapkan lagi gas motor Saya. Weesssss… 40, 50, 60, 70, 80, dan betul ia pun ikut menancapkan gas motornya. Di tengah sengitnya balapan amatir itu, Saya melihat bahwa ia menyempatkan diri untuk melihat siapa lawan balapannya ini dengan tatapan sinis, dan kemudian ia kebutkan lagi motornya. Semakin kencang, semakin tak terkendali. Alibi yang kedua ternyata bisa kembali Saya temukan. Bahwa selain ia memang menantang Saya untuk berbalap, dengan PDnya, rupanya ia ingin juga mengatakan pada Saya begini: ‘Beginilah cara pembalap terkenal itu beraksi’. Ia lihat Saya dan kemudian kembali memalingkan wajahnya memberikan arti seperti itu. Kini Saya rasakan ia benar-benar ingin meremehkan kemampuan Saya berbalap, mengertikah Anda Kawan? Tetapi Saya tak peduli. Benar-benar tidak peduli.

Nanti, sesudah Saya dan kakak Saya sampai di rumah, di kamar, Saya beristighfar pada Allah. Berulangkali Saya mohon maaf atas perbuatan Saya di jalanan tadi. Yang pertama sebab sudah mengebut kencang di jalanan yang padat –karena itu kemungkinan besar mengganggu orang lain, yang kedua karena mau melayani orang yang terlihat mabuk, dan yang ketiga karena sebetulnya Saya telah membahayakan keselamatan diri Saya sendiri. Selain itu Saya bersyukur, Allah tetap memberikan Saya keselamatan sehingga tetap dapat berkumpul dengan keluarga di rumah. I love you; my mom, my sister, and my brother…

Ditulis oleh: Yuries Saputra

Resume Kajian2Pekanan “Ghazwul Fikri”

23 Feb

Ghazwul Fikri/ Perang Pemikiran
Ustadz Sigit Yulianta, S.T., M.S.I.
Sabtu, 21 Februari 2015
Masjid Al-Azhar Pugeran

Ditinjau dari peperangan antara al-Haq dengan al-Bathil, peperangan ini sudah dimulai sejak Adam ‘alaihissalam diciptakan oleh Allah ta’ala. Allah tetapkan baginya sebagai khalifah di bumi, kemudian Allah perintahkan semua penduduk langit untuk bersujud padanya. Fasajadu illa iblis, semua bersujud kecuali iblis. Saat itulah perseteruan antara al-Haq dan al-Bathil terjadi. Iblis dengan arogansinya menjawab, “Aku lebih baik daripada dia (Adam), aku diciptakan dari api dan dia dari tanah” ketika Allah bertanya, “Kenapa engkau enggan bersujud pada Adam?” Inilah sifat iblis yang tidak hanya diwarisi oleh bangsa jin, tetapi juga kalangan manusia.

Iblis bersumpah di hadapan Allah, “Ya Allah, karena Engkau telah tetapkan aku sesat. Maka demi kemuliaanku, aku akan menyesatkan Adam dan anak cucunya. Aku akan datangi mereka dari depan dan belakang, kanan dan kiri hingga tidak engkau dapati kebanyakan dari mereka kecuali menyekutukanMu. Kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas.” Sejak inilah benar-benar dimulai peperangan.

Allah sejak awal sudah peringatkan kepada kita bahwa setan merupakan musuh yang nyata. Jangan pernah mengikuti langkah-langkah setan. Apapun bentuknya, terlebih di zaman ini yang bermacam-macam banyaknya. Tidak hanya setan dari kalangan jin, tetapi juga ada setan dari kalangan manusia.

Ditinjau dari metode/strategi pertempuran, kita mendapati fakta sejarah bahwa orang-orang kafir, musyrik, munafik mengambil pelajaran dari peperangan-peperangan fisik yang mereka lakukan terhadap kaum muslimin. Peperangan yang terjadi di masa Nabi dan para sahabat, hampir dalam setiap perang jumlah kaum muslimin lebih sedikit. Persenjataan juga kalah dibanding musuh-musuhnya. Namun, tidak pernah bisa benar-benar dikalahkan.
Belajar dari peperangan-peperangan ini, orang-orang kafir mengambil kesimpulan bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan dengan peperangan fisik. Mereka menyadari hal ini. Maka kemudian mereka berpikir untuk melakukan peperangan dengan bentuk lain yang bisa menghancurkan umat Islam secara tidak sadar, tetapi efektif. Ada suatu pertemuan misionaris internasional di Inggris waktu itu. Speaker-nya mengangkat Al-Qur`an dan berkata, “Selama Al-Qur`an ini ada dalam dada setiap muslim, jangan harap kalian bisa mengalahkan mereka.” Inilah suatu kesimpulan yang diambil. Strategi mereka kemudian adalah tidak melakukan konfrontasi, tetapi membiarkan umat Islam dengan pengakuan lisan atas keislamannya sambil menyibukkan dengan hiburan-hiburan yang melalaikan, terutama pemudanya. Dengan begitu, umat Islam perlahan-lahan keluar dari agamanya tanpa disadari. Maka saat ini berapa banyak pemuda yang benar-benar mengkaji Al-Qur`an?

Diantara cara yang dilakukan adalah menyebarkan berita bohong. Berita-berita bohong disebarkan atau didengungkan terus menerus hingga dianggap benar. Selain itu, melakukan pendangkalan aqidah. Umat Islam dibuat ragu dengan aqidahnya, kemudian muncul paham pluralisme agama. Semua agama benar, semua agama menuju Tuhan yang sama, kebenaran hanya milik Tuhan, dan sebagainya.

Maka mari kita sadari dan waspadai hal ini dengan mendalami agama Islam dengan benar. Tata cara belajar sebagai seorang muslim ada 5 poin, yaitu:
1. Melalui sumber rujukan yang pasti benar; Al-Qur`an dan Hadits shahih.
2. Mengikuti pemahaman dan aplikasi shahabat Nabi.
3. Jaga dan pelihara kebersihan hati.
4. Belajar dan mengambil nasihat dari orang-orang ‘alim yang mukmin. Orang ‘alim yang mukmin adalah orang yang imannya telah mendarah daging.
5. Doa.

Allahu a’lam. Demikian resume ini ditulis. Semoga bermanfaat. Resume ini memang kurang lengkap, silakan download rekaman audionya di sini untuk mengambil faidah dari kajian ini dengan lengkap.

Jika ingin download rekaman audio kajian lainnya klik di sini.

Qithmir; Anjing yang Dijanjikan Surga

20 Feb

Tercatat dalam sejarah memang, bahkan Allah abadikan dalam Al-Qur`an bagaimana tingkah ‘sepele’ yang dilakukan oleh seekor anjing di hadapan pintu gua yakni menjulurkan kedua kaki depannya. Allah abadikan dalam Surah Al-Kahfi (Gua) kisah seekor anjing yang menemani orang-orang shalih yang berusaha tetap memperjuangkan keimanannya dalam ketauhidan mereka kepada Allah.

“…sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka” (Al Kahfi:18)

***

Allah Ta’ala menceritakan tiga kisah sejarah dalam Surah Al-Kahfi, yaitu kisah Ashhabul Kahfi (Penghuni Gua), kisah pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidhir, dan kisah Dzulqarnain. Kisah para pemuda yang berusaha menyelamatkan iman dan diri mereka dari kejaran seorang raja yang zhalim pada jaman itu sangat disorot hingga Allah abadikan menjadi nama surat tersebut.

Kisahnya bermula dari sebuah kerajaan yang rajanya tak pernah sakit 30 tahun lamanya. Dengan semerbak harum setiap sudutnya. Dari situlah muncul kesombongan sehingga ia merasa paling bersahaja dan juga paling mulia bahkan melebihi Rabb Semesta Alam.

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Al Kahfi:13)

Ketika itu para pemuda yang beriman, Allah meneguhkan hati mereka. Di hadapan sang Raja Diqyanus yang zhalim itu mereka berkata sebagaimana dikisahkan dalam ayat berikutnya.

“…Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran” (Al Kahfi:14)

Saat itu, kaum mereka telah menjadikan selain Allah, tuhan-tuhan mereka. Akhirnya mereka pun berusaha menyelamatkan diri juga keimanan mereka. Pemuda-pemuda itu lari dari kerajaan yang begitu luas kemudian meninggalkan kerajaan itu dengan jarak yang begitu jauh, hingga pada suatu ketika bertemu dengan seorang penggembala dengan binatang gembalaannya. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?” “Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian!”

Mereka menjawab, “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?” “Ya,” jawab penggembala itu. Lalu para pemuda itu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, ia berkata, “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.” Para pemuda itupun berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing.

Karena sang penggembala bersama anjing, pada pemuda berusaha mengusirnya, namun anjing itu tetap mengikutinya. Sampailah kepada sebuah gua dan mereka mendiaminya.

“Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?” (Al Kahfi:9)

(Dalam ayat ini sebagian ahli tafsir menerjamaahkan raqim nama anjing dan sebagian yang lain mengartikan batu bersurat)

“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).’” (Al Kahfi:10 )

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu” (Al-Kahfi:16)

Bahkan keadaan gua itupun Allah kisahkan dengan jelas dalam Al-Kahfi, dari dalam gua akan terlihat mentari terbit condong ke sebelah kanan dan terbenan ke sebelah kiri mereka. Adapun mereka, para pemuda berada di tempat yang luas dalam gua itu. Karena kelelahan mereka istirahat di dalam gua itu, lalu menutup telinga mereka Allah bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.

Menariknya adalah ketika mereka tidur, bagaimana tingkah ‘sepele’ yang dilakukan oleh seekor anjing yang bernama Qithmir di hadapan pintu gua yakni menjulurkan kedua kaki depannya.

“…sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka” (Al Kahfi:18)

Bahkan anjing yang kita anggap ‘hina’, karena ia berusaha melindungi para pemuda beriman dari kejaran raja yang zhalim itu Allah abadikan tingkah ‘sepele’ yang dilakukan Qithmir. So, kapan lagi kita terus meningkatkan iman kita kalau bukan saat ini?

Lalu Allah bangunkan mereka, maka mereka pun saling bertanya antara seberapa lama mereka tidur. Salah seorang diantara mereka berkata, “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Yang lain lagi berkata,”Tuhan kalian lebih mengetahui daripada kalian di sini”.

Karena mereka merasa lapar, maka salah seorang pemuda diantara mereka menggunakan pakaian milik sang penggembala membawa uang dirham ke kota untuk membeli makanan yang baik untuk mereka dengan merahasiakan perihal siapa dirinya. Namun ketika ia keluar dari gua, ia temui tulang belulang dari tunggangan mereka. Lebih terkejut lagi ketika ia sampai di kota keadaan yang begitu berbeda disbanding ketika ia meninggalkan kerajaan. Ketika ia membeli makanan sang penjual pun bingung terhadap pemuda itu karena uang yang pemuda itu bawa adalah uang jaman dahulu, ketika diperintah raja yang zhalim dan pada saat itu sudah berganti raja yang beriman. Ternyata tak hanya sehari mereka tidur selama di dalam gua, namun Allah menidurkan mereka selama 309 tahun.

“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).”(Al Kahfi:25)

Pada akhirnya ashhabul kahfi itu, menjadi pelajaran, betapa besarnya kekuasaan Allah. Allahu akbar.

***

“…

Disangka tidur hanya sehari

Rupanya tiga ratus sembilan tahun

Zaman bertukar beberapa kurun

Di bumi bersejarah urdu

 

Begitulah kuasa Ilahi

Kepada Ashhabul Kahfi

Tiada mustahil di dunia ini

Jika kita beriman dan bertaqwa

…”

Begitulah tim nasyid Raihan juga mengabadikan dalam albumnya. Semoga manfaat dan kita dapat mengambil ibrah dari kisahnya.

Muhammad Hasan Habib

Yogyakarta, 17 Februari 2015

Jejak Kesabaran Para Ulama

16 Feb

poster 2 pekanan februari2

Hadiri Kajian 2 Pekanan FSRMY

Jejak Kesabaran Para Ulama

pembicara : Ustadz Ridwan Hamidi, Lc., M.A., M.PI.
(Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DIY)

Sabtu, 21 Februari 2015
pukul 20.00 WIB
di Masjid Al-Azhar Pugeran

GRATIS!
untuk umum
ikhwan dan akhwat

informasi:
085729082978
@fsrmy

Resume Kajian Membongkar Modus-Modus

8 Feb

Resume Kajian “Membongkar Modus-Modus Pemurtadan dan Penyesatan Ummat”
Sabtu, 7 Februari 2015
Ustadz Ir Muhammad Ikhsan
Masjid Kalimosodo Patangpuluhan

“Suatu serangan itu pasti dimulai dari pinggir, agar lebih mudah.” Beliau memulai kajian dengan kalimat ini untuk menganalogikan bahwa suatu pemurtadan atau penyesatan itu biasa terjadi dimulai dari orang yang berada di pinggir. Pinggir dalam hal keimanan; orang yang beribadah kepada Allah hanya di tepian.

Sudah sering terjadi kasus pada pemuda-pemudi Islam dan sampai saat ini masih saja terjadi. Kebanyakan laki-laki itu mencari pasangan yang penting cantik, sementara perempuan mencari pasangan yang penting mapan. Karena kecenderungan seperti ini, hanya memikirkan yang penting cantik atau yang penting mapan saja, menjadi sasaran empuk, tahu-tahu pemuda Islam menikah di gereja. Ini salah satu modusnya. Terjadi di sekitar kita.

Maka janganlah beribadah pada Allah di tepi, mudah menjadi objek/sasaran pemurtadan maupun penyesatan. Oleh karena itu, marilah berislam sampai tengah; menyeluruh. Itu yang dinamakan Islam kaaffah. Allah wasiatkan pada kita dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 208.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaaffah/keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”

Jangan jadi orang Islam yang ingin enaknya saja. Sudah ingin enaknya saja, mutungan pula saat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Orang Islam yang kayak gini ini menjadi sasaran empuk pemurtadan dan penyesatan. Berislam itu harus dalam keadaan suka maupun duka.

Islam kaaffah itu cirinya:

  1. Adanya pemahaman dan keyakinan bahwa Islam itu agama yang paling benar, paling baik, sempurna, dan paripurna. Firman Allah dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 19; “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” Serta dikuatkan dalam surat yang sama ayat 85; “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Untuk menunjukkan bahwa Islam itu agama yang paling benar, paling baik, sempurna, dan paripurna itu rasah kakean mikir, kelihatan jelas di depan mata. Yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Agama mana yang Tuhannya Esa/ Satu? Hanya Islam. Lainnya? Lebih dari satu.

  1. Tempat ibadah

Hanya masjid; tempat ibadah umat Islam-lah yang tidak ada patungnya. Tempat ibadah agama lainnya ada patung/berhala/arca di dalamnya.

  1. Kiblat

Satu-satunya agama yang punya kiblat dan kiblatnya hanya satu, hanyalah Islam.

Jadi, kalau kita bisa melihat hal yang jelas ini, bagaimana mau cari agama selain Islam?

  1. Dibawa sampai mati. “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar ketaqwaan. Dan janganlah sekali-kali mati, kecuali dalam keadaan Islam”

Perlu kita membentengi ummat ini dengan ta’lim; pendidikan. “Saat ini saya kira ada yang lebih mengancam daripada pemurtadan, yaitu paham pluralisme agama. Paham yang menganggam semua agama itu sama. Sama-sama mengantar ke surga, walau dengan cara yang berbeda.” Pluralisme jelas bertentangan dengan Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 19. Pluralisme agama menggerogoti umat Islam dengan sangat halus. Hal ini membahayakan aqidah umat Islam.

  1. Agama Islam ini ditinggikan atas agama lainnya. Agama Islam ini dimenangkan atas agama yang lain. Agama Islam ini bukan untuk disamakan dengan agama lainnya. Rasulullah Saw. diutus oleh Allah untuk memenangkan atas agama lainnya. Maka pluralisme itu jelas salah.

Kita umat Islam ini selain diserang pemurtadan dan penyesatan secara terang-terangan, terjadi juga serangan secara perlahan. Serangan perlahan ini terutama dalam sistem pemerintahan. Seolah-olah Islam itu tidak bisa mengatur pemerintahan. Seharusnya umat Islam itu melaksanakan hukum Islam, bukan hukum buatan manusia berdasarkan hak asasi manusia. Maka dari itu, kita seharusnya ikut menegakkan syariat Islam. Indikator tegaknya syariat Islam yaitu individu bertaqwa, adanya jamaah, dan adanya daulah/pemerintahan.

Tambahan: Banyak terjadi pemurtadan di daerah pelosok-pelosok. Inilah kelemahan kita. Kelemahan dakwah Islam itu sering tidak bisa menjangkau daerah pelosok karena keterbatasan mobilisasi. Kurangnya biaya untuk mobilisasi ngalor ngidul ke daerah pelosok tersebut. Sementara misionaris agama lain itu mobilisasinya dibiayai sepenuhnya.

 

Wallahua’lam. Demikian. Mohon maaf jika ada kesalahan.

Jika menginginkan isi kajian secara lengkap, silakan download rekaman audionya di sini

Atau ingin download kajian lainnya di sini

Bisa Baca Judul Ini?

6 Feb

“Kereta terus berjalan membawa seribu kisah hidup para penumpangnya. Ada yang bahagia, ada yang sedang berduka. Ada yang dadanya dipenuhi kemantapan, dan ada yang hanya berisi kebimbangan.

Kereta terus berjalan, tak peduli apa yang sedang terjadi dalam jiwa para penumpangnya. Kereta hanya mengantarkan sampai pada stasiun tujuan. Perjalanan selanjutnya?

Para penumpangnyalah yang memutuskan.”

Habiburrahman El-Shirazy, “Bumi Cinta.”

***

Judul tulisan ini adalah suatu pertanyaan yang amat mudah. Namun, benarkah kita telah merenungi, memasuki, menghayati jawabnya? Telah banyak hitungan tahun, bulan, apalagi hari yang telah kita lalui. Dengan banyaknya kisah hidup yang kita alami, ribuan wajah yang telah kita “kenali,” hingga milyaran partikel yang pernah menempel di tubuh ini, alangkah menakjubkan kenyataan bahwa kita seringkali hilang arah dan tujuan. Kehilangan makna kehidupan. Menyerah kalah oleh kegelapan masa depan. Sungguh menakjubkan.

Kamu bisa baca judul ini? Itu berarti Allah telah mengaruniakan kehidupan dalam dirimu. Nyawa yang ditiupkan-Nya, nafas yang setiap saat menemani langkah, detak jantung yang tak pernah lelah, darah yang tak jemu-jemunya mengalir, menebar energi di setiap sudut tubuh dan raga. Itupun masih bermacam jenisnya, sel darah merah, sel darah putih, plasma, hingga trombositnya. Berabad-abad manusia mencari cara untuk mencipta kehidupan, namun berakhir dengan kegagalan. Sudah begitupun, ada saja manusia sombong yang berkata: “Gagarin terbang ke angkasa, namun tak menemukan tuhan di langit sana!” sebakda pilotnya mengorbit bumi dengan pesawat vostok milik soviet.

Dirimu bisa membaca judul ini? Itu berarti Allah telah menciptakan langit, bumi dan yang ada di antara keduanya. Dia telah menumbuhkan pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dia telah menurunkan hujan, dan airnya yang segar dan tawar. Dia yang telah mencipta gunung-gunung yang menjaga agar tanah tetap di tempatnya. Dengan kesemuanyalah manusia bisa hidup, dan di antara manusia, hanya yang hidup saja yang bisa membaca.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah nyatakan dengan tegas, tanpa cela di surat Al-Waaqi’ah. Ayat 63-74:

Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka jadilah kamu heran dan tercengang (sambil berkata): “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian”, “Bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. ”

Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?

Maka Terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”

(al-Waaqi’ah: 63-74)

Sudah begitu saja, banyak manusia besar kepala, merasa tahu segalanya. Muncul di hadapan dunia dengan kata-kata “Dunia ini hanya tercipta oleh kebetulan. Tidak lebih!” Memangnya kalau tiba-tiba semesta alam diperintah Allah untuk memusuhi kita, kita bisa apa? Gambaran-gambaran mengerikan tentang hari kiamat yang Allah firmankan dalam al-Quran harus jadi pengingat buat kita. Hari itu, saat manusia bertanya “Ke mana kita harus lari?” Saat itu, tak ada tempat lari. Hanya Allah tempat kembali. Ah, betapa sombongnya kita, meremehkan kewajiban dan dosa-dosa.

Engkau bisa membaca judul ini? Itu berarti Allah telah menganugerahkan mata padamu, tuk menangkap berkas-berkas cahaya dan bayangannya, atau dengan kata lain energy elektro magnetis, yang diukur dengan satuan nanometer (seper semilyar meter). Dari variasi panjang gelombang yang amat banyak, mata manusia sensitive terhadap gelombang dengan panjang sekitar 400 nm (biru-ungu) hingga 700 nm (merah). Kita sudah hafal range warna yang bisa kita lihat: mejikuhibiniu. Coba kalau mata kita bisa melihat gelombang radio, atau TV, betapa kita pasti terganggu. Namun, Allah menentukan gelombang cahaya yang bisa kita lihat dengan begitu sempurna! Sudah begitu saja, kita masih sering melihat yang diharamkannya. Sambil berkata dalam hati: Ah, kan Cuma lihat. Masak dikit aja gak boleh?

Panjenengan saget maos judul tulisan menika? Itu berarti mata yang Allah anugerahkan pada njenengan masih berfungsi dengan amat baik. Nah, menawi kula bilang “mata” itu berarti ya mata dan seisinya. Dari sejak lapisan kornea, lapisan pelindung transparan yang ada di bagian depan bola mata. Kornea ini dasarnya terbuat dari jaringan yang sama dengan yang ada di kulit. Namun masya Allah, bisa menjadi suatu lapisan yang amat bening. Bahkan kita hanya bisa melihat kornea dari pantulan cahaya di permukaannya. Selain itu kornea juga menyumbangkan kemampuan memfokuskan cahaya karena bentuknya yang sangat baik untuk menjatuhkan banyak bayangan di tempat yang sama. Kalau mripat njenengan nggak berkabut, berarti lapisan belakang kornea yang berfungsi mengeluarkan cairan juga berfungsi.

Sampeyan bisa baca judul ini? Itu berarti Iris yang membuat mata kita begitu indahnya itu pun tidak menghalangi fungsi otot siliaris yang menempel padanya. Nah, otot ini yang membuat lensa mata bisa berubah bentuknya. Kalau otot siliaris ini fungsinya berkurang, kemampuan lensa untuk memfokuskan cahaya juga berkurang, setahu saya ini salah satu sebab mata kita bisa minus atau plus. Lha, kalau masih bisa baca judul ini tanpa kaca mata, berarti sampeyan tidak terkena hyperopia. Alhamdulillah, berarti sampeyan nggak perlu repot-repot pakai kacamata kalau mau membaca. Nah, pertanyaannya nikmat ini sudah kita manfaatkan untuk banyak membaca buku yang bermanfaat belum?

Ente bisa baca judul ini? Berarti retina anda tidak bermasalah. Di dalamnya, seperti normalnya manusia biasa, terdapat susunan sel-sel berlapis. Dari ganglion cell, bipolar cell, hingga photoreceptor yang menerima rangsang cahaya. Nah, pada photoreceptors terdapat dua jenis sel reseptor yang berbeda fungsi, bentuk, dan konsentrasinya. Jenis reseptor pertama, adalah sel batang (rods), yang diestimasi berjumlah sekitar 120 Juta sel di retina mata. Sel batang ini sensitif pada cahaya, bahkan pada cahaya yang redup sekalipun, tetapi tidak dapat menerima atau membaca warna. Jenis sel kedua, adalah sel kerucut (cones), yang diestimasi berjumlah 6 juta sel. Sel kerucut ini tidak begitu sensitif pada cahaya redup, namun amat sensitif pada warna, dan detilnya.

Ente tahu? Posisi kedua sel ini tidak waton sembarangan teracak, namun, tertata dengan hikmah yang luar biasa. Sel batang yang sensitifnya pada cahaya redup ini tersebar di seluruh retina kecuali bagian di tengah-tengah retina yang bernama fovea. Semakin menjauh dari bagian tengah, sel batang semakin banyak. Sebaliknya sel kerucut yang bagus buat melihat detil dan warna terkonsentrasi di fovea, dan semakin menjauh dari tengah, semakin sedikit jumlahnya. Hikmahnya apa? Kita bisa melihat detil yang baik ketika kita memfokuskan penglihatan pada suatu titik tertentu. Coba bayangkan kalau titik fokus detil bernama fovea ini tidak berpusat di tengah, tapi tersebar acak di mata, gimana kite-kite ini mau fokus? Nah, pada saat yang sama kita bisa mengetahui perubahan cahaya meski sedikit saja di pinggir mata kita, jadi kalau ada suatu gerak bayangan yang seliwer di titik tidak fokus kita, kita bisa tahu. Lha, kita kan jadi lebih peka. Kalau nggak gitu bisa-bisa ada ancaman bahaya yang mendekat namun kita nggak sadar.

“Kenapa nggak cones semua aja bang, biar kite-kite bisa lihat lebih detil dan berwarna?” Bro, merpati itu cuman punya sel cones aja di matanya, dan itu membikin mereka dapat melihat di siang hari dengan sangat baik dan begitu berwarna. Tapi, kalau malam tiba, penglihatan mereka jadi sangat tidak sensitif, alias hampir buta, soalnya minim sel batang (rods)!

“Oo gitu, lha kalau rods aja, biar peka cahaya dalam kegelapan?” yee, emangnya situ cuman hidup di malam hari? Hewan-hewan nokturnal kayak guwek (baca: Owl/burung hantu) itu Cuma punya rods, makanya kalo malem peka banget sama gerakan mangsanya, ada tikus yang sliwer gitu mereka bisa tahu! Tapi penglihatannya jadi nggak berwarna.

(EKSPERIMEN) Nah, Ini bisa dicoba lho, gini, coba minta temenmu untuk melihat lurus ke depan, dilarang melirik. Nah, coba kamu pegang suatu bolpoin berwarna yang temanmu tidak diberi tahu sebelumnya warnanya. Buat supaya temanmu bisa melihat dengan bagian pinggir matanya (Kalau pas GVT -ospek SMA- dulu istilahnya mata-ayam). Suruh dia sebut warna bolpen yang dia lihat. Kemungkinan salahnya akan cukup besar, soalnya di mata bagian samping itu cuma ada sel rods yang gak peka sama warna.

Gimana? padahal kita ini hidup di siang maupun malam. Butuh lihat cahaya redup maupun warna. Luar biasa kan Allah mencipta komposisi sel di retina kita?

Antum bisa baca tulisan ini? Berarti, informasi yang telah diterima oleh sel-sel reseptor di retina yang ratusan juta jumlahnya itu berhasil dikirmkan dengan selamat ke otak antum. Jadi, berdasarkan penelitian ilmiah, retina itu urutannya dari depan begini akh: Serat-serat syaraf optik > Sel Ganglion > Sel bipolar > reseptor (rods & cones). Nah, hasil penerimaan cahaya dari rods & cones itu dikirim melewati sel bipolar yang memerantarai sel reseptor dengan sel ganglion.

Akson (semacam kabel penghubung informasi syaraf dalam sel saraf) dari sel ganglion menyatu menjadi gabungan kabel besar yang melewati satu jalur untuk menyalurkan seluruh informasi sensoris ini ke otak. Hal inilah yang membuat mata kita memiliki blind spot. Coba saja cari di google eye blind spot test. Antum bisa coba buktikan sendiri kalau mata kita ada blind spot nya. Tapi nyatanya kalau nggak ada penemuan ini kita nggak sadar ‘khan? Artinya kita tidak rugi gegara blind spot yang kecil itu. Lagipula otak kita bisa mengisi kekosongan yang ada sebab blind spot itu kalau yang kita lihat mempunyai pola tertentu.

Padahal akh, itu saluran serat kabel saraf optik membawa milyaran informasi sensoris. Buanyak buanget hal yang kita lihat dalam satu saat. Hanya saja, kita dianugerahi kemampuan untuk memilih, mau memperhatikan atau tidak? Coba Anda hitung berapa informasi visual yang diterima oleh otak anda saat ini, selama tiga detik saja. Nggak kuat deh ngitung, saking banyaknya. Akhirnya yang berhasil kita proses hanya beberapa informasi yang kita perhatikan. (coba deh cari inattentional blindness di google, ada eksperimen serunya lho).

Nah, akh, ada hikmah yang luar biasa lho, dari penataan formasi hubungan sel rods & cones dengan sel bipolar yang memerantarainya dengan sel ganglion. Jadi, karena jumlah yang perbandingannya amat berbeda antara sel rods dengan sel cones, maka setiap sel bipolar bisa tersambung dengan banyak sel rods. Hal ini menyebabkan informasi yang masuk dari rods bisa sangat integratif dan saling melengkapi. Artinya, kepekaan bertambah. (EKSPERIMEN) > Coba Antum keluar di malam hari yang banyak bintangnya, insyaAllah kita bisa lebih peka melihat cahaya bintang yang redup dengan bagian samping mata daripada apabila cahaya jatuh di fovea.

Lha, kalau yang cones itu (terutama di fovea) itu tersambung pada bipolar cells secara privat, (bukan les lho ya), artinya satu bipolar cell ya untuk satu sel kerucut. Hal ini menghasilkan ketajaman penglihatan yang baik, kalau bayangan jatuh di bagian fovea yang penuh dengan sel kerucut itu.

Nah, Banyak sekali khan nikmat yang Allah berikan hanya dengan kenyataan bahwa kita bisa mbaca judul tulisan ini? Ah, tentu masih banyak lagi nikmat yang belum tersingkap dalam tulisan ini, sebab ilmu manusia (terutama yang nulis) belum sampai ke sana. Dan lagi, tulisan yang berhubungan dengan proses melihat ini disandarkan pada hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan dijelaskan dengan amat simpel dan mudah dipahami oleh Pak Passer dan Pak Smith dalam buku beliau “Psychology: Science of Mind and Behavior (2009). Lha yang namanya science itu tentu tidak lepas dari kesalahan. Lha wong Karl Popper saja bilang “science often errs, and pseudosciences may stumble upon the truth.” Tetapi, setidaknya kita mengambil beberapa sebagai keinsyafan kita akan begitu rumitnya mata dan prosesnya untuk melihat, padahal kita tinggal “taken for granted.” atau bahasanya yang lebih familiar “garek nganggo!” Fa bi ayyi aalaa i rabbikumaa tukadzziban. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (kalau ini dari Al-Qur’an yang tiada keraguan di dalamnya.)

***

Ada suatu kisah nan jenaka, anggitannya mbah Dipo, yang diceritakan dengan jenaka pula. Nah, karena bukunya (Republik Genthonesia) sudah missing in action, atau dengan kata yang lebih internasional ketlingsut, jadi saya akan menceritakannya dengan ingatan dan gaya bahasa saya sendiri yang jelas kalah keren dengan mbah Dipo. Oiya ini saya modifikasi ya, di buku beliau ceritanya tentang dunia per-dengkul (lutut)-an. Nah, karena kita lagi ngomongin mata, jadi saya alihkan ke mata.

Alkisah, suatu hari seorang lelaki yang kurang mampu simbah lihat terus mengeluh di angkringan. “Wis jan ngeneki cenan dadi wong cilik. Urip ra kepenak, neng ndi-ndi ra kajen,” terus kang Joko, pemilik angkringan bilang, “Ha mbok gawe usaha kang,” lalu, orang itu berkata: “Gawe usaha pie kang, aku ra duwe opo-opo ki lho..” Simbah hanya diam sambil mengelus dada. “Ah, kok ngene iki to coro mikir cah enom jaman saiki (kok kayak gini sih cara mikir pemuda jaman sekarang)” Katanya dalam hati.

Beberapa hari kemudian simbah semakin rajin ke angkringan, soalnya bisa mendengar banyak pemikiran rakyat jelata, dengan gaya bicara yang sederhana. Tampak si laki-laki kurang mampu itu kok ya selalu ada, di sana saja sambil udud-udud dan ngobrol di angkringan melulu. “Po yo ra nduwe gaweyan?” pikir simbah. (kalau simbah sih sedang cuti jadi bisa mampir tiap hari ke angkringan :P.)

Akhirnya simbah memberanikan ngobrol dengan si pemuda.

“Le, kok sak mbendino kur kaya bakul semongko, glundang-glundung. (Nak, kok tiap hari cuma kayak penjual semangka, glundang-glundung -maksudnya nganggur nggak jelas-)

“Ha pie mbah, golek gawean yo ra ono sing nompo.. alah ngene ki we nyatane yo iso madang kok, yo ra jok?” (Lha gimana mbah, cari kerjaan ya gak ada yang nerima. Halah gini aja ya bisa makan kok, ya nggak jok?)

Kang Joko cuma tersenyum kecut.

“Walah le, mbok nggae usaha opo ngono, ra mesakke wong tuwamu o? wis gede ngene isih njalukan. Kui wae duite mah mok nggo udud.” (Walah nak, mbok bikin usaha apa gitu. Nggak kasihan orang tuamu? udah besar gini masih menengadahkan tangan pada mereka. Gitu aja uangnya malah kau pakai merokok)

“Ha pie to mbah, rak yo karepku to, urip yo uripku dewe og.” (Lha gimana to mbah, kan terserah gue. hidup hidup gue sendiri kok.)

“Ha yo karepmu, tur yo pikiren, sok nek wong tuwamu wis sepuh, wis ora iso nanggung kowe, kowe meh piye?” (Lha iya emang terserah situ, tapi pikirin deh, besok kalau orang tuamu udah tua, udah gak mampu nanggung kamu, kamu mau gimana?)

“Ha yo sing sesuk dipikir sesuk mbah.” (Ha ya yang besok-besok dipikir besok mbah)

“Yo kui sing marakke indonesia ra maju-maju! Kowe ki kudune sebagai pemuda kudune memberi kontribusi sing apik.” (Nah, itu yang bikin indonesia gak maju-maju.. Kamu sebagai pemuda harusnya memberi kontribusi yang baik!)

“Lhah piye to mbah, aku ki ra duwe duit, nek meh usaha ki modal opooooh?” (Lha gimana sih mbah, aku tuh gak punya fulus, kalau mau usaha modal apaaaaaaan?)

“Ngene le, cobo matamu kui tok dol neng pasar gelap, lak ono sing tuku atusan yuto opo malah milyaran. Gelem rak?” (Gini nak, coba matamu itu kamu jual di black market, bakal ada yang beli ratusan juta, atau malah miliaran!)

“Wah yo gah mbah, mosok dadi manusia tak bermripat, Yo raiso ndeleng aku njuran! Rumangsane!!” (Wah ya gak mau mbah, masak jadi manusia tak bermata? ya gak bisa lihat aku nanti!! Kayak apa aja!!)

“Lha yo kui, asline kowe ki wes duwe modal sing luarang banget jenenge mripat. Ha kok kowe gur mengeluh wae. Nek ra gelem mensyukuri mripatmu yo wes didol wae!” (Lha ya itu, sebetulnya kamu itu dah punya modal yang muahal banget, namanya mata. Lha kok kamu cuman ngeluh aje, kalo gak mau mensyukuri matamu itu ya udah jual aja!)

Sang pemuda terdiam, sepertinya kata-kata simbah cukup menelusup ke hati pemuda itu. Ah, semoga hidayah Allah datang pada pemuda itu, dan jutaan pemuda sepertinya di bumi nusantara ini. Simbah tahu, perjalanan pemuda itu untuk menuju hidayah masih jauh, masih butuh perjuangan. Namun dalam hatinya ia menyimpan harap.

***

Nah, kalau kita dah tau begitu hebatnya karunia Allah yang bernama mata itu, tugas kita sekarang adalah bersyukur. Gimana caranya? apa cukup bilang ‘Alhamdulillah?’ Nah, di buku “Tazkiyatun Nafs,” yang merupakan kumpulan wejangan ulama-ulama terdahulu dalam pensucian jiwa, ada satu bab khusus yang membincang masalah syukur. Di bawah ini saya cuplikkan beberapa bagian yang amat perlu kita renungkan:

Syukur adalah memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah ia kuasakan kepadamu. Syukur seorang hamba terdiri dari tiga rukun -dan ketiganya mesti ada. Yaitu: 1). Secara batin mengakui nikmat, 2). Secara lahir membicarakannya, 3). Menjadikannya sarana untuk taat kepada Allah ‘azza wa jalla. Jadi, syukur itu berkait dengan hati, lisan, dan anggota badan kita sekaligus. Hati untuk ma’rifah dan mahabbah. Lisan untuk memuji. Anggota badan untuk menggunakannya dalam menaati Allah dan mencegah dari bermaksiat pada-Nya. Kalau diringkas, keutamaan bersyukur di antaranya:

  1. Dihindarkan oleh Allah dari adzab-Nya.

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? dan            Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui.” (An-Nisa’: 147)

  1. Termasuk di antara orang-orang yang berhak atas karunianya.

Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?” (Al-An’am: 53)

  1. Ada manusia yang bersyukur, ada yang kufur. Allah cinta yang penuh syukur, namun memurkai yang kufur.

“Sungguh telah Kami tunjukkan kepadanya jalan itu. Ada kalanya ia bersyukur, dan ada kalanya ia kufur.” (Al Insan: 3)

  1. Allah menambah nikmat-Nya bagi yang bersyukur, Tanpa batas, sesuai kehendak-Nya.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)

Begitulah, amat indah dan butuhnya kita akan rasa syukur dan segala pengejawantahannya dalam kehidupan di dunia. Namun, meski kita sudah tahu bahwa nikmat-Nya tak terhingga, janji-Nya tak terlupa, dan balasan-Nya tiada duanya, kita seringkali terlena dari jalan taqwa.

Maka, kita mesti banyak mengingat wasiat dan contoh yang telah diperbuat, oleh Nabi Muhammad SAW, Teladan tak tergantikan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa Nabi bangun malam (qiyaamullail) hingga pecah-pecah kedua telapak kaki beliau. Maka ditanyalah beliau, “Engkau melakukan semua ini, padahal Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang sudah maupun yang akan berlalu?” Beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?

Suatu hari beliau pun memesankan pada Mu’adz: “Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka di setiap penghujung shalat, janganlah kamu lupa membaca Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik “Ya Allah, tolonglah aku agar selalu ingat padaMu, mensyukuriMu, dan beribadah dengan baik kepadamu…”

Tabi’in yang amat dikenal, bahkan digelari khulafaur Rasyidin yang kelima, ‘Umar bin Abdul ‘Aziz memesankan, “Ikatlah Nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya.”

Ceritakanlah nikmat-nikmat Allah pada saudar-saudaramu sebagai bentuk syukur pada-Nya, Allah berfirman,

“Dan adapun tentang nikmat RabbMu, maka ceritakanlah!” (Ad-Dhuha: 11)

Hasan Al-Bashri memperjelas, “Perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah, sesungguhnya itu adalah kesyukuran.”

Dan kedua mata kita, apakah kesyukuran utamanya?

“Jika kamu melihat kebaikan sebarkanlah, dan jika kamu melihat keburukan, tutupilah!” Kata Abu Hazim, saat ditanya.

***

Sebagai penutup renungan ini, kita perlu mengingat satu hal. Mengapa mereka, para ahli biologi dan psikologi yang menemukan begitu banyak keajaiban dalam karunia Allah pada manusia, tidak beriman? Begitulah, pada akhirnya hidayah adalah hak Allah untuk diberikan pada siapapun yang Dia kehendaki. Maka kita mesti berusaha tuk meraih ridha-Nya.

Tanpa iman, keajaiban seagung apapun hanya akan lewat bagaikan angin lalu. Ingat kisah Bani Israil dan Musa AS? Begitulah. Sayyid Quthb punya perkataan yang indah tentang hal ini,

“Itulah yang diperbuat keimanan, membuka mata dan hati. Menumbuhkan kepekaan, menyirai kejelitaan, keserasian dan kesempurnaan. Iman adalah persepsi baru terhadap alam, apresiasi baru terhadap keindahan, dan kehidupan di muka bumi, di atas pentas ciptaan Allah, sepanjang malam dan siang.”

Akhirnya, waktu yang membawa kita terus melaju dalam hidup ini, layaknya kereta. Kita penumpangnya. Seperti quote kang Abik di depan tulisan ini, Kereta tak peduli dengan kisah hidup penumpangnya. Engkau sedih, atau bahagia, waktu terus berjalan saja. Jarum jam yang tidak rusak takkan berhenti bergerak. Semua itu tergantung kehendak-Nya.

Ya, waktu takkan peduli. Takkan menunggu. Ia hanya kan mengantarkan diri ke stasiun terakhir hidup di dunia ini: MATI. Perjalanan selanjutnya? Terserah kamu, mau peduli atau tidak. Yang pasti kesempatan ini hanya datang sekali.

***

           “Pagi ini kami diberi nikmat oleh Allah yang tiada terhingga, padahal kami telah banyak bermaksiat pada-Nya. Kami tidak tahu terhadap yang mana kami harus bersyukur; terhadap keindahan yang dimudahkan, ataukah terhadap dosa-dosa yang tertutupkan.”

Tulis beberapa ulama’

Ditulis oleh: Haidar Muhammad
Dimuat juga di: Transmisikan.blogspot.com